Pagi itu aku terbangun.
Entah kenapa tiba-tiba setetes air mata menetes di ujung pelupuk mataku.
''Aku rindu padamu ibu".
Tak terasa, hampir setahun sudah ibuku berpulang kembali kepada sang pencipta.
Ibu Tidak Pergi Meninggalkan Tapi Ibu Sudah Kembali Pulang
Sebelumnya, sebagai seorang anak, aku tak pernah tahu bagaimana rasanya kehilangan seorang ibu untuk selama-lamanya.
Orang bilang, rindu itu akan selalu ada.
Ya sekarang aku setuju.
Aku akan selalu merindukannya.
Namun, berbicara tentang kehilangan orang terkasih dan ditinggalkan untuk selama-lamanya, sepertinya aku punya pilihan kata lain untuk kata tersebut.
Aku lebih memilih kata ‘kembali pulang’.
Jujur, buat aku kalimat tersebut lebih menenangkan hati.
Ibuku sudah kembali pulang kepada penciptanya di hari Jumat pagi, 13 Desember 2024.
Aku ridho.
Aku menyadari sepenuhnya bahwa semua mahluk hidup yang bernyawa pasti akan meninggal.
Cepat atau lambat.
Dan hanya sang pemilik waktu yang tahu kapan dan dimana kita akan meninggal.
Hal yang Menguatkanku
![]() |
| Salah satu lorong rumah sakit di Bandung tempat ibuku dirawat selama 9 hari sebelum meninggal |
Sedikit flashback, beberapa bulan sebelum ibuku sakit dan kemudian meninggal dunia.
Sempat terbersit di pikiranku tentang bagaimana apabila salah satu orangtuaku pergi untuk selama-lamanya?
Bagaimanakah rasanya? Akankah begitu menyakitkan dan membuat aku menangis berhari-hari?
Mungkinkah itu firasat? Aku terpaku.
Selain itu diantara waktu tersebut, ada beberapa hal yang aku alami.
Pertama : aku sempat mampir ke toko buku dan membaca sebuah buku yang bercerita tentang seorang pria yang melalui duka dengan mencuci piring.
Buku yang menarik dan sangat insightful menurutku.
Bahkan aku sempat ingin menghadiahkan buku tersebut pada seorang kawan yang baru saja kehilangan ayah tercintanya.
Buku tersebut ditulis oleh seorang dokter yang kehilangan putra kecilnya (based on true story).
Kedua : aku membaca postingan seseorang di Instagram yang membahas tentang bagaimana menghadapi kedukaan ditinggalkan orang tua.
Salah satu kutipannya begitu membekas di ingatanku, bahwa apabila kita kehilangan orangtua,
Maka tugas kita selanjutnya adalah untuk meneruskan kebaikan beliau selama hidup di dunia (meneruskan perjuangannya).
Surprisingly kedua hal tersebut ternyata bisa membantu menguatkan aku dalam menghadapi kesedihan.
Mengendalikan Emosi untuk Tidak Menangis Berlebihan
Di hari ketika ibuku meninggal, aku tidak menangis sampai meraung-raung.
Aku ingat aku hanya menangis satu kali selepas kami semua selesai berdoa di depan makam.
Aku pun ikut memandikan jenazah ibuku dan mengantarkannya dengan naik ambulans ke tempat pembaringannya yang terakhir.
Mungkin aku boleh merasa bangga karena itu artinya aku bisa mengendalikan emosiku.
Oya, satu fakta lain yang membuatku jauh merasa lebih tenang, ibuku 'berkumpul' dengan anggota keluarganya lagi.
Walaupun ibuku di makamkan di pemakaman umum, di area makam tersebut berjajar tujuh kuburan keluarga.
Yaitu makam ibuku, nenek dan kakekku, sepupuku, uwa, paman serta uyutku.
Lebih Tegar Menghadapi Kehilangan dengan Memahami Makna Kemelekatan
Dalam menghadapi rasa kehilangan ini, ada hal lain yang sangat membantuku.
Beberapa waktu sebelumnya, aku mencoba memahami arti kemelekatan dan sedikit-demi sedikit mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi secara garis besar, kemelekatan merupakan sebuah keterikatan dan keinginan berlebihan pada dunia dan segala isinya.
Termasuk benda dan manusia.
Yang rupanya hal tersebut dapat menyebabkan kegelisahan dan penderitaan.
Nah untuk melepaskan diri dari rasa kemelekatan.
Seseorang harus melatih diri, meyakini bahwa segala sesuatu adalah milik Allah karena semua itu hanya titipan.
Rela Melepaskan karena Semua Mahluk Akan Kembali pada Sang Penciptanya
Sebagai seorang muslim aku pun rela melepaskan.
Juga mengimani melalui 6 ayat Al-Quran berikut ini yang menegaskan bahwa semua mahluk hidup di dunia akan kembali pada Allah SWT :
1. Surat Al-Baqarah ayat 156
“Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya kami Kembali (Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun)”.
2. Surat An-Nur ayat 42
“Dan kepunyaan Allah-lah Kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah lah Kembali (semua mahluk)”.
3. Surat Ali-Imran ayat 109
“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi ; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan”.
4. Surat Al-Jumuah ayat 8
“Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, ia pasti menemui kamu kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia akan memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
5. Surat Al-Maidah ayat 48
“…kepada Allahlah kamu akan dikembalikan”.
6. Surat Az-Zukhruf ayat 14
“Dan sesungguhnya kami akan Kembali kepada Tuhan kami”.
Well, apakah kamu punya pengalaman tersendiri juga dalam memaknai dan menghadapi kehilangan ?
Share yuk !








21 Comments
Teh Gita, saya ikut prihatin dengan ketiadaannya Ibu. Mudah-mudahan dengan setahun kepulangan Ibu ini, Teteh berhasil melewati dukanya ini dengan baik.
ReplyDeleteSaya belum pernah kehilangan orang tua, tapi menyimak cerita teman-teman yang kehilangan orangtuanya memberi saya banyak pelajaran supaya saya bisa mengantisipasi bagaimana harus bersikap apabila suatu hari nanti saya yang "mendapat giliran".
Sepertinya, konsep kasih sayang harus dibedakan dari konsep kemelekatan, dan saya perlu belajar membedakannya.
Terima kasih banyak kak Vicky tuk doanya, hidup memang adalah sebuah perjalanan dan aku yakin kita semua pasti mampu melewatinya, the good one and the bad times
DeleteTidak ada yang abadi apapun yang kita miliki kita rasakan pada akhirnya akan hilang dan kembali kepada pemiliknya yang utama yaitu Tuhan dan pada akhirnya kita harus bisa merelakan dan melepaskan juga mengikhlaskan sehingga bisa melanjutkan hidup tanpa melihat ki belakangan lagi
ReplyDeleteBetul kak Aip, dengan memahami dan mempercayai hal tersebut, insyaAllah kita bisa lebih tenang dalam menjalani semua proses kehidupan
DeleteTurut berduka ya mbak, turut merasakan kehilangan. Mungkin yang paling mengerti adalah orang yang mengalami duka yang sama. Saya juga tidak tahu seperti apa nantinya bila ditinggal orang tersayang. Tapi yang pasti semoga masih ada orang terdekat yang menyayangi kita selain orangtua.
ReplyDeleteteh bacanya sedih, turun berduka cita atas kepergian Ibu ya, semoga husnul khotimah ya Ibunya teh. Innalillahiwainnailaihirojiun
ReplyDeleteSetuju, melepaskan itu nggak mudah. Aku pernah kehilangan sesuatu yang penting, jadi tersadar kalau menerima perasaan itu bagian dari proses healing. Tabah ya kak sambung doa buat ibu kakak
ReplyDeleteBenar.sih. Di dunia ini tuh nggak ada yang benar-benaar menjadi milik kita. Bahkan hidup kita pun bukan. Belajar melepaskan kemelekatan itu perlu.
ReplyDeleteSemoga ibu husnul khotimah ya, Kak.
kaaak, semoga kakak bisa segera pulih ya. kehilangan itu bener-benr sakit banget hehe... aku ngga mungkin juga bilang sabar dan iokhlas karena itu template banget dan kita yang kehilangan udah kenyang sama kata-kata itu. semoga kakak tetep bisa melanjutkan hidup dengan baik, tanpa rasa bersalah atau rasa apapun itu. semangat kak!
ReplyDeleteTurut berduka ka. Kepergian ibu utk selamanya memang begitu menyesakan. Akupun demikian sudah 10 tahunan, tapi kalau teringat sering ada rasa sesak, penyesalan sedih yg ga terbendung.
ReplyDeleteKehilangan orang tua pastinya hal yang berat dan memberikan duka yang besar buat anak ya, mbak. Apalagi biasanya sosok ibu ini juga paling dekat dah selalu dicari anak-anak dalam berbagai kondisi
ReplyDeleteSampai detik ini pun saya masih merasa ibu saya ada lho mbak, padahal sudah 6 tahun berlalu. Kalau saya kangen saya menulis aurat buat dia di buku diary, yaa cuma itu skrg kalau saya mau ngobrol sama ibu.kalau mudik pasti menyempatkan ziarah ke makamnya.
ReplyDeleteTurut berduka cita ya. Kehilangan itu...,
ReplyDeleteSetiap orang punya cara sendiri untuk mengungkapkan kehilangannya. Kadang emang ada firasat tertentu. Jangan terpaksa untuk buru-buru sembuh. Tetap semangat ya!
Semua manusia di dunia itu pasti akan pergi suatu saat. Namun, sudah pasti yang ditinggalkan akan terasa berat. Selain merasa belum cukup membahagiakan dan masih membutuhkan perhatian, tetapi pergi tanpa kembali memang berat... Namun, kira harus rela melepaskan dan ikhlas
ReplyDeleteHal yang paling berat adalah ketika ditinggal oleh orang tua kita dan khususnya mama, kita harus rela melepaskan, meskipun berat
ReplyDeleteCukup diam lama aku baca ini. Dan turut sedih dengan kepulangan ibundamu, Kak Git. ❤️❤️❤️
ReplyDeleteMerasakan banget gimana kehilangan itu. Dan yang paling lebar adalah jika kita merantau, lalu pulang ke rumah tapi nggak nemu sosok itu di tempat biasa. Kayak ada yg kurang. Itu kurasakan dua tahun yang lalu saat bapak dan ibu berpulang.
But, kita perlu yakin bahwa mereka selalu hadir dalam ingatan kita. Big hug for you 🥹🤗
Peluk jauuuh. Semoga Allah kuatkan kakak selalu untuk menjalani hari yang mungkin tak lagi sama ketika ada ibu ya, kak. Huuggg
ReplyDeleteKemelekatan pada sesosok yang sangat berarti bagi kita tentu sulit diukur ya, namun bagaimanapun harus percaya takdir Allah lebih baik dan kita harus bijaksana menerimanya.
ReplyDeleteSemoga ibunda dilapangkan kuburnya dan diberi tempat yang indah di sisi Allah SWT. aamin YRA
Turut bersedih atas apa yang dialami. Semoga diberi kekuatan dan ketabahan dalam melaluinya. Terima kasih sudah berbagi. Menulis itu self healing yang baik dalam situasi seperti ini.
ReplyDeletePastinya rasa kehilangan ditinggal oleh orang yang telah melahirkan kita akan sangat membekas. Dan kenangan itu tidak akan pernah hilang. Hanya iringan doa dan istigfar yang membuat hati jadi lebih tegar.
ReplyDeleteAduh, dalem banget. Ikutan sedih bacanya. Peluk jauh ya kakak.
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung dan berkomentar di blog saya :)
Untuk menghindari Spam yang masuk, komentarnya saya moderasi dulu ya. .